Oleh : Lutfi AS
Konsep pembelajaran integratif pada hakikatnya adalah metode pembelajaran yang berupaya untuk menggabungkan beberapa aspek dari materi pembelajaran (T. Raka Joni, 1996:13). Integratif sendiri berasal dari bahasa Inggris integral, integrate, integration, yang yang artinya bulat, utuh, menyatu-padukan, menggabungkan, penggabungan (Echols dan Shadily, 2000:326).
Konsep pembelajaran integratif memang banyak corak dan ragamnya. Menurut Cohen dkk sebagaimana dikutip oleh Rachman, pembelajaran integratif setidaknya memiliki tiga variasi, yaitu:
1) kurikulum integratif (integrated curriculum),
2) hari integratif (integrated day), dan
3) pembelajaran integratif (integrated learning). (Rachman, 2002.61)
Yang dimaksud Kurikulum integratif adalah kegiatan menata keintegratifan berbagai materi mata pelajaran melalui suatu tema lintas bidang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna sehingga batas antara berbagai bidang studi tidaklah ketat atau boleh dikatakan tidak ada.
Hari integratif berupa perancangan kegiatan siswa dari sesuatu kelas pada hari tertentu untuk mempelajari atau mengerjakan berbagai kegiatan sesuai dengan minat mereka. Sementara itu, pembelajaran integratif menunjuk pada kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih terstruktur yang bertolak pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu sebagai titik pusatnya (center core/center of interst). (Rachman, 2002.65)
Karena beragamnya konsep integratif itu, maka para guru dan pihak sekolah memang perlu melakukan pemilihan yang cermat terhadap orak mana yang sesuai. Beberapa model pembelajaran integratif yang dapat dipilih oleh guru, sebagaimana dikemukakan oleh Fogarty yang mungkin dapat diadaptasi, seperti diidentifikasikan oleh Fogarty sebagaimana dikutip oleh Rachman adalah sebagai berikut:
Pertama, Fragmentasi. Dalam model ini, suatu disiplin yang berbeda dan terpisah dikembangkan merupakan suatu kawasan dari suatu mata pelajaran.
Kedua, Koneksi. Dalam model ini, dalam setiap topik ke topik, tema ke tema, atau konsep ke konsep isi mata pelajaran dihubungkan secara tegas.
Ketiga, Sarang. Dalam model ini, guru menargetkan variasi keterampilan (sosial, berpikir, dan keterampilan khusus) dari setiap mata pelajaran.
Keempat, Rangkaian/Urutan. Dalam model ini, topik atau unit pembelajaran disusun dan diurutkan selaras dengan yang lain. Ide yang sama diberikan dalam kegiatan yang sama sambil mengingatkan konsep-konsep yang berbeda.
Kelima, Patungan. Dalam model ini, perencanaan dan pembelajaran menyatu dalam dua disiplin yang konsep/gagasannya muncul saling mengisi sebagai suatu sistem.
Keenam, Jala-jala. Dalam model ini, tema/topik yang bercabang ditautkan ke dalam kurikulum. Dengan menggunakan tema itu, pembelajaran mencari konsep/gagasan yang tepat.
Ketujuh, Untaian Simpul. Dalam model ini, pendekatan metakurikuler menjalin keterampilan berpikir, sosial, intelegensi, teknik, dan keterampilan belajar melalui variasi disiplin.
Kedelapan, Integrasi. Dalam model ini, pendekatan interdisipliner memasangkan antar mata pelajaran untuk saling mengisi dalam topik dan konsep dengan beberapa tim guru dalam model integrasi rial.
Kesembilan, Peleburan. Dalam model ini, suatu disiplin menjadi bagian yang tak terpisahkan dari keahliannya, para pembelajar menjaring semua isi melalui keahlian dan meramu ke dalam pengalamannya.
Kesepuluh, Jaringan. Dalam model ini, pembelajar menjaring semua pembelajaran melalui pandangan keahliannya dan membuat jaringan hubungan internal mengarah ke jaringan eksternal dari keahliannya yang berkaitan dengan lapangan. (Rachman, 2002.77-79).
C. Pembelajaran Integratif di Sekolah Dasar
Pembelajaran integratif sebagaimana yang diungkapkan oleh Cohen, Manion dan Brand (Rachman, 2002.61), memiliki tiga kemungkinan variasi pembelajaran integratif yang berkenaan dengan proses pendidikan dan pembelajaran, yaitu (1) kurikulum integratif (integrated curriculum), (2) hari integratif (integrated day), dan (2) pembelajaran integratif (integrated learning).
Kurikulum integratif adalah kegiatan menata keintegratifan berbagai materi mata pelajaran melalui suatu tema lintas bidang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna sehingga batas antara berbagai bidang studi tidaklah ketat atau boleh dikatakan tidak ada. Hari integratif berupa perancangan kegiatan siswa dari sesuatu kelas pada hari tertentu untuk mempelajari atau mengerjakan berbagai kegiatan sesuai dengan minat mereka. Sementara itu, pembelajaran integratif menunjuk pada kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih terstruktur yang bertolak pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu sebagai titik pusatnya (center core/center of interst). (Rachman, 2002.65)
Lebih lanjut, model-model pembelajaran integratif yang mungkin dapat diadaptasi, seperti diidentifikasikan oleh Fogarty adalah sebagai berikut: (1) Fragmentasi. Dalam model ini, suatu disiplin yang berbeda dan terpisah dikembangkan merupakan suatu kawasan dari suatu mata pelajaran; (2) Koneksi. Dalam model ini, dalam setiap topik ke topik, tema ke tema, atau konsep ke konsep isi mata pelajaran dihubungkan secara tegas; (3) Sarang. Dalam model ini, guru menargetkan variasi keterampilan (sosial, berpikir, dan keterampilan khusus) dari setiap mata pelajaran; (4) Rangkaian/Urutan. Dalam model ini, topik atau unit pembelajaran disusun dan diurutkan selaras dengan yang lain. Ide yang sama diberikan dalam kegiatan yang sama sambil mengingatkan konsep-konsep yang berbeda; (5) Patungan. Dalam model ini, perencanaan dan pembelajaran menyatu dalam dua disiplin yang konsep/gagasannya muncul saling mengisi sebagai suatu sistem; (6) Jala-jala. Dalam model ini, tema/topik yang bercabang ditautkan ke dalam kurikulum. Dengan menggunakan tema itu, pembelajaran mencari konsep/gagasan yang tepat. (7) Untaian Simpul. Dalam model ini, pendekatan metakurikuler menjalin keterampilan berpikir, sosial, intelegensi, teknik, dan keterampilan belajar melalui variasi disiplin. (8) Integrasi. Dalam model ini, pendekatan interdisipliner memasangkan antar mata pelajaran untuk saling mengisi dalam topik dan konsep dengan beberapa tim guru dalam model integrasi riil; (9) Peleburan. Dalam model ini, suatu disiplin menjadi bagian yang tak terpisahkan dari keahliannya, para pembelajar menjaring semua isi melalui keahlian dan meramu ke dalam pengalamannya; dan (10) Jaringan. Dalam model ini, pembelajar menjaring semua pembelajaran melalui pandangan keahliannya dan membuat jaringan hubungan internal mengarah ke jaringan eksternal dari keahliannya yang berkaitan dengan lapangan. (Rachman, 2002.77-79),
Pendidikan ke arah pemilikan akhlak luhur para siswa merupakan tanggung jawab semua guru. Oleh karena itu, pembinaannya pun harus oleh semua guru. Dengan demikian, kurang tepat kalau dikatakan bahwa mendidik para siswa agar berakhlak luhur hanya tanggung jawab guru mata pelajaran tertentu, misalnya guru PPKn atau guru pendidikan agama. Walaupun dapat dimengerti bahwa porsi yang dominan untuk mengajarkan akhlak adalah para guru yang relevan dengan akhlak.
Semua guru mesti menjadi sosok teladan yang berwibawa bagi para siswanya. Sebab tidak akan berarti apa-apa bila seorang guru PPKn mengajarkan menyelesaikan suatu masalah yang bertentangan dengan cara demokrasi, sementara guru lain dengan cara otoriter. Atau seorang guru pendidikan agama dalam menjawab pertanyaan para siswanya dengan cara yang nalar yaitu dengan menunjukkan dalil/ketentuan dari agama, perilaku para Nabi dan sahabat, sementara guru lain hanya mengatakan "pokoknya jawabannya harus seperti itu, kalau tidak begitu salah.
Setiap guru mengajar untuk membelajarkan para siswanya sesuai dengan tujuan utuh pendidikan. Tujuan utuh pendidikan jauh lebih luas dari misi pengajaran yang dikemas dalam tujuan pembelajaran. Rumusan tujuan yang berdasarkan pandangan behaviorisme dan menghendaki rumusan tujuan yang terukur sudah tidak dapat dipertahankan lagi (Joni, 1996:23).
Para pengembang kurikulum dituntut untuk dapat membuka diri dalam mengembangkan pendekatan rumusan tujuan, sebab tidak semua kualitas manusia dapat dinyatakan terukur berdasarkan kriteria tertentu. Terdapat tujuan-tujuan yang dapat diukur dan bersifat dapat dikuasai dalam satu atau dua pengalaman belajar, tetapi ada juga yang baru tercapai dalam waktu belajar yang lebih panjang. Oleh karena itu, pemaksaan suatu pendekatan dalam pengembangan tujuan tidak dapat dipertahankan lagi (Hasan, 2000:35).
Hasil belajar atau pengalaman belajar dari sebuah proses pembelajaran dapat berdampak langsung dan tidak langsung. Dampak langsung pengajaran dinamakan dampak instruksional (instrucional effects) sedangkan dampak tidak langsung dari keterlibatan para siswa dalam berbagai kegiatan belajar yang khas yang dirancang oleh guru yang disebut dampak pengiring (nurturant effects) (Joni, 1996:57).
Dalam penilaian hasil belajar, semua guru akan dan seharusnya mengukur kemampuan siswa dalam semua ranah (Waridjan, 1991:159). Dengan penilaian seperti itu maka akan tergambar sosok utuh siswa sebenarnya. Artinya, dalam menentukan keberhasilan siswa harus dinilai dari berbagai ranah seperti pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan perilaku (psikomotor). Seorang siswa yang menempuh ujian Matematika secara tertulis, sebenarnya siswa tersebut dinilai kemampuan penalarannya yaitu kemampuan mengerjakan soal-soal Matematika. Juga dinilai kemampuan akhlaknya yaitu kemampuan melakukan kejujuran dengan tidak menyontek dan bertanya kepada teman dan hal ini disikapi karena perbuatan-perbuatan tersebut tidak baik. Di samping itu, ia dinilai kemampuan gerak-geriknya, yaitu kemampuan mengerjakan soal-soal ujian dengan tulisan yang teratur, rapi, dan mudah dibaca (Waridjan, 1991:231).
Selain penilaian dilakukan terhadap semua kemampuan pada saat ujian berlangsung, boleh jadi seorang guru memperhitungkan tindak-tanduk siswanya di luar ujian. Seorang guru mungkin saja tidak akan meluluskan seorang siswa yang mengikuti ujian mata pelajaran tertentu karena perilaku siswa tersebut sehari-harinya adalah kurang sopan, selalu usil, dan suka berbuat keonaran meskipun dalam mengerjakan ujian siswa itu berhasil baik tanpa menyontek dan menuliskan jawaban ujian dengan tulisan yang jelas dan rapi. Oleh karena itu, akan tepat apabila pada setiap mata pelajaran dirumuskan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang mencakupi kemampuan dalam semua ranah. Artinya, pada setiap rencana pembelajaran termuat kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor; dampak instruksional; dan dampak pengiring. Dengan demikian, seorang guru akan menilai kemampuan dalam semua ranah ujian suatu mata pelajaran secara absah, tanpa ragu, dan dapat dipertangungjawabkan.
D. Pengertian Pembelajaran yang Berkualitas
Pembelajaran yang berkualitas adalah proses pembelajaran yang memungkinkan lahirnya interaksi yang lancar, komunikatif, menyenangkan, tertib, dan mampu mencapai tujuan pembelajaran (Supriadi, 1995:34).
Dari pengertian sederhana itu, maka pembelajaran yang berkualitas setidaknya memiliki indikator-indikator:
1) proses pembelajaran dapat mencapai tujuan pembelajaran
2) siswa dapat menyerap materi pelajaran
3) proses pembelajaran bermakna bagi guru dan siswa
4) interaksi antara guru dan siswa tidak terhambat
5) komunikasi antarsiswa dan antara siswa dan guru berjalan lancar
6) suasana belajar tertib dan menyenangkan
7) nilai-nilai belajar tertanam kepada peserta didik. (Supriadi, 1995:34)
0 komentar:
Posting Komentar